Kata orang, jika kamu tidak bisa mengatakan perasaanmu, tuliskan dulu. Ini, ini aku sedang menuliskannya. Menuliskan perasaanku.
Tapi tentu saja aku tidak begitu pandai menulis, jadi aku akan menuliskannya semampuku.
Kita itu sebenarnya lucu. Saling menemani, tapi tidak pernah ada ucapan saling mencintai. Meski kamu dan aku sama-sama tahu, bahwa setidaknya, aku mencintai. Mencintaimu. Dan kamu tahu benar tentang mencintainya aku itu. Karena tidak ada yang bisa ditutupi, apalagi dengan sebegitu seringnya aku memujimu, dan sebegitu memperhatikannya aku detail tentangmu.
Kita itu lucu. Selalu saling mengerti. Jika aku bercerita, kamu akan diam mendengar. Jika kamu yang bercerita, gantian aku yang berdebar. Lalu kemudian aku membagi porsi hatiku; ini untuk rinduku pada ceritamu, ini untuk mencintaimu. Lihat, tempat porsinya selalu untuk kamu.
Kita itu lucu. Seringkali saling memperhatikan, tapi sama-sama berusaha agar tidak ketahuan. Aku tidak tahu alasanmu, tapi kalau aku, lebih kepada agar rinduku tidak terlalu kelihatan. Bagaimanapun juga, (mungkin) ada seseorang di sana yang menemanimu. Yang selalu membuyarkan awan fantasi kecil yang muncul di kepalaku ketika mengenangmu. Meratakan apa pun bayangin indah tentang kata ‘kita’, menjadi hanya ‘aku’ dan atau ‘kamu’.
Kamu pernah merasa cemburu? Kalau belum, percaya padaku, rasanya tidak enak sama sekali. Apalagi cemburu kepada seseorang yang bahkan tidak kamu miliki. Seperti aku, yang mencemburuimu.
Dan kamu pernah merasa sangat rindu? Aku rindu. Tapi aku tidak tahu apakah kamu merasakan persis sama sepertiku. Persis, ya, persis. Bukan hanya sekadar teringat denganku. Itu bukan rindu. Itu hanya mengingatku.
Dan kamu tahu seberapa melelahkannya itu? Apalagi ketika aku tahu kamu sedang sakit, tapi tidak bisa menanyakan kabarmu hanya karena takut di sana (mungkin) ada dia yang menjagamu? Itu melelahkan sekali. Percaya padaku.
Apa lagi yang harus kutuliskan? Sebentar. Aku tidak terbiasa menulis, jadi aku tulis apa yang ada di pikiranku. Untuk itu, aku harus berpikir dulu.
Mmm oya, kamu apa kabar? Kalau boleh jujur, aku ingin sekali melihatmu tertawa atau mendengar suaramu bernyanyi. Apalagi pada saat matahari dipukul senja, sampai dia jatuh dan melarikan diri ke belahan lain bumi. Apalagi ketika hujan datang, yang tidak hanya membawa miliaran tetes air tapi juga ribuan kamu yang berjatuhan di kepalaku. Apalagi ketika aku mendengar lagu favoritmu dan tiba-tiba saja secara otomatis, aku memutar rekaman apa pun tentangmu di ingatanku.
Aduh, ketika mencoba memperindah kalimatku malah kelihatan memusingkan ya? Maaf. Aku menulis lagi apa adanya saja.
Tentang ingin sekali melihatmu tertawa atau mendengar suaramu bernyanyi itu, benar adanya. Aku tidak menambahkan dan tidak mengurangi. Kalau ada waktu nanti --tentu saja waktu yang dipunyai aku dan kamu, dan tentu saja kalau Tuhan menghendaki, boleh aku meminta kesempatan itu? Sekali saja. Untuk kukenang. Untuk kuceritakan bahwa aku pun pernah menemani gadis impian.
Dan ketika itu, aku ingin mengatakan sesuatu persis di depan matamu. Kalaupun tidak bisa, setidaknya menggunakan suaraku saja. Kalau tidak bisa juga, setidaknya melalui tulisan. Bukan yang ini, tapi benar-benar yang kutulis untukmu dan yang bisa membacanya juga hanya kamu.
Kalimat yang akan kusampaikan itu sederhana, bahwa aku mencintaimu, bahwa aku selalu rindu denganmu.
Itu saja dulu. Maaf kalau tulisanku berantakan dan tidak bagus.
Oya, terakhir. Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya kita masih saling memiliki, setidaknya menurutku begitu. Kamu memiliki waktuku, aku memiliki kenangan tentangmu. Kamu memiliki rinduku, aku memiliki setiap detail yang kuketahui tentang kamu. Sederhananya seperti itu.
*****
Nanti ada masa dimana kita saling mengingat apa saja yang dulu dilakukan berdua. Lalu diam dalam jeda, karena tiba-tiba kita merindukannya.
Dikutip dari Namarappuccino
0 komentar:
Posting Komentar