Selasa, 11 Januari 2011

All About Firman Utina


Nama : Firman Utina
Tempat / Tanggal lahir : Komo Luar, Manado / 15 Desember 1981
Status : Menikah
Istri : Marita Yustika
Anak :
  • Raihan Putra Utina,
  • Salsabila Putri Utina
Karir:
Klub
Indonesia Muda Manado (1993-1994)
Bina Taruna Manado (1995-1998)
Persma Junior (1998-1999)
Persita Tangerang (2000-2004)
Arema Malang (2005-2006)
Persita Tangerang (2007-2008)
Pelita Jaya (2008-2009)
Persija Jakarta (2009-2010)
Sriwijaya FC (2010-sekarang)
Timnas
Piala Pelajar Asia U-19 (2000)
SEA Games (2001, 2003)
Pra-Piala Asia (2001, 2004)
Pra-Olimpiade (2003)
Piala Tiger (2004).
Piala Asia (2007)
Piala AFF (2010)
* * *
Firman Utina dilahirkan di kampung Komo Luar, Manado 28 tahun silam. Ia adalah kapten baru tim nasional Indonesia setelah Bambang Pamungkas sering dibangku cadangkan oleh pelatih Alfred Riedl.
Firman Utina memulai karir sepakbolanya di klub Indonesia Muda yang berada di daerah asalnya Manado. Selama beberapa tahun ia ditempa di sekolah sepakbola itu, ia kemudian hijrah ke klub amatir Bina Taruna, setelah usianya melewati batas yang dibolehkan di sekolah sepakbola. Keuletannya untuk terus rajin berlatih membuat dia mampu terus memperbaiki penampilannya. Hanya tiga tahun bersama klub amatir tersebut, ia direkrut Persma Junior, salah satu tim semi-profesional yang ada di daerahnya saat itu.
Proses masuk ke Persma Junior terbilang unik. Hal itu karena ia tidak melalui mekanisme seleksi layaknya pemain lain. Sebab ia direkrut setelah mampu mencetak 12 gol dalam satu pertandingan pada turnamen klub lokal di Manado. Torehan gol yang mencengangkan itu sampai ke kuping pelatih Persma Manado saat itu, Benny Dollo. Penasaran dengan sukses salah satu striker lokal yang mampu mencetak gol selusin dalam satu laga, pelatih yang akrab di sapa Bendol tersebut langsung memerintahkan anggotanya menjemput Firman, dan mengajaknya masuk Persma. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak ragu, ia langsung menerima pinangan untuk bergabung ke Persma.
Terus ditempa dibawah pelatih Benny Dollo, ia pun menunjukan progres meningkat. Hal tersebut membuat pelatih berjulukan Bendol tersebut tidak ragu mengikutkannya di mana pun ia menjadi arsitek tim, sehingga membuat banyak orang menyebut Firman adalah “anak emas” pelatih timnas Indonesia itu. Meskipun Firman tidak merasa demikian, namun hal ini sepertinya ada benarnya. Bahkan ketika Benny Dollo melatih tim nasional Indonesia, Firman selalu dipanggil menjadi pemain inti. Namun untungnya hal tersebut tidak membuat pemain bertinggi badan 165 cm ini besar kepala. Firman hanya mengakui ada simbiosis tersendiri yang saling melengkapi antara dirinya dan Bendol.
Tekadnya untuk terus menekuni karir bermain sepakbola rupanya tidak perlu diragukan. Itu bisa dilihat dengan keputusannya meninggalkan status pegawai negeri sipil (PNS) Kabupaten Tangerang saat merumput bersama Pendekar Cisadane, dan memutuskan hengkang ke Arema Malang, mengikuti jejak pelatih Benny Dollo.
Pilihannya meninggalkan Persita Tangerang dan merapat ke Arema Malang serta menanggalkan status PNS rupanya tidak sia-sia. Sebab di klub kebanggaan Aremania itu ia merasakan manisnya mencicipi gelar juara, meski itu hanya turnamen Copa Indonesia (tahun 2005 dan 2006). Tidak hanya juara tentunya, ia pun mampu menyabet gelar pemain terbaik di ajang tersebut. Satu penghargaan yang membuat motivasinya untuk terus memperbaiki penampilan. Meski beberapa kali di dera cedera dan mengharuskannya untuk istirahat dari lapangan hijau, penampilannya masih tetap stabil. Tahun 2007 menjadi tahun keemasan Firman. Ia terpilih menjadi pemain terbaik Indonesia pada laga melawan Bahrain di ajang Piala Asia 2007.
Setelah pelatih Beny Dollo memutuskan untuk mundur dari kursi pelatih Persita Tangerang, ia pun diprediksi bakal meninggalkan klub tersebut dan kembali mengikut jejak pelatih yang telah menjadikannya sebagai pemain terkenal itu. Akhirnya karena Bendol direkrut timnas, ia pun banting setir dan merapat ke Pelita Jaya, menolak tawaran sejumlah tim papan yang atas mengincarnya.
Meski pernah mengecewakan manajemen Persita Tangerang, tapi dia tetap diterima ketika kembali merapat ke tim tersebut pada awal musim kompetisi 2007 silam. Padahal pada musim 2004, pemain yang memulai debutnya di tim “Merah Putih” sejak 2000 bersama timnas pelajar, pernah memilih menanggalkan statusnya sebagai PNS dan meninggalkan Pendekar Cisadane. Namun hanya semusim Firman kembali merumput bersama Persita, pada tahun 2008, Firman bergabung dengan klub Pelita Jaya yang telah lama dihubungkan dengannya. Namun di klub tersebut, Firman kurang beruntung. Ia kerap menghuni bangku cadangan karena kalah bersaing dengan playmaker asing Esteban Viscara.
Akhirnya di akhir tahun 2009, Pelita Jaya melepasnya ke Persija Jakarta, yang ketika itu diarsiteki oleh pelatih Benny Dollo. Keduanya pun bereuni kembali. Namun ternyata klub sebesar Persija pun tak menjadi labuhan terakhir Firman. Hanya satu musim dirinya merumput dengan kostum oranye-hitam. Pada musim 2010, Firman bergabung dengan klub elit lainnya dari Sumatera, Sriwijaya FC.
Kini Firman menjadi tumpuan baik di tingkat klub maupun nasional. Pemain yang berposisi sebagai gelandang ini terkenal memiliki mobilitas tinggi, daya jelajah luas, kecepatan dan tendangan yang akurat. Pada saat melawan Laos di ajang AFF 2010, Firman menunjukkan ketajamannnya dengan menceploskan 2 gol ke gawang Laos.
Firman pun menjabat sebagai kapten setelah rekannya, Bambang Pamungkas, sering dibangkucadangkan. Namun Firman tetap merendah. Dirinya berkata hanya menjabat kapten sementara. kapten sesungguhnya masih tetap Bambang Pamungkas.
Firman Utina berencana menggeluti dunia sepakbola hingga akhir hayatnya. Suami dari Marita Yustika ini mengaku ingin berkarir sebagai pelatih bila sudah pensiun kelak. Saat ini ia hanya ingin fokus bermain, dan tidak memiliki kegiatan sampingan sedikitpun. Dedikasi dan determinasi Firman berbuah manis. Kini namanya akan semakin harum di kancah sepakbola nasional, terlebih bila berhasil membawa Merah-Putih menjuarai turname AFF tahun ini. Bisa dipastikan dirinya akan sejajar dengan para legenda sepakbola Indonesia.
Maju terus, Firman Utina!


Sumber: http://www.indonesiaberprestasi.web.id/2010/12/firman-utina-kapten-timnas-indonesia/

Minggu, 02 Januari 2011

Surat Untuk FIRMAN UTINA


Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.
Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata "bisa" belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.
Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan Garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.
Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!