Sabtu, 31 Maret 2012

Quote (26)



"So, every time you hold me, hold me like this is the last time. Every time you kiss me, kiss me like you'll never see me again. Every time you touch me, touch me like this is the last time. Promise that you'll love me, love me like you'll never see me again."

Kutipan Lagu Alicia Keys - Like You'll Never See Me Again

Jatuh Pada Cinta Yang Baik


Sejak awal 2012 lalu, saya berjanji kepada diri sendiri. Jika tahun ini memulai hubungan baru, saya harus terjatuh pada cinta yang baik. Namun saya terhenti di suatu malam setelah pertemuan pertama dengan seorang pria yang saya kenal dari teman dekat saya. Pertanyaan mulai memenuhi kepala. Cinta yang baik? Bagaimana saya tahu jika kali ini adalah cinta yang baik?

“Mulailah dari awal yang baik,” tiba-tiba terdengar suara kecil membisik di telinga kiri saya. Masuk akal.

Belakangan ini, saya kerap menjalin hubungan dengan awal yang kurang baik dan berakhir dengan tidak baik pula. Awal yang baik berarti jatuhlah pada hati yang belum termiliki. Ya, seharusnya sih. Tapi lagi-lagi kalimat tersebut menimbulkan pertanyaan baru di kepala saya. Apa benar jika kita memulai hubungan dengan tidak baik maka akan berakhir tidak baik? Apa benar semua hubungan yang dimulai dengan baik, maka akan berjalan dengan baik tanpa akhir? Lalu bagaimana dengan pendapat yang selama ini saya setujui bahwa “Happy ending is just an undone story?”

Apakah saya bisa memilih kepada siapa cinta saya harus terjatuh?

Entah, apa jawaban dari pertanyaan tersebut. Yang saya tahu, saya selalu jatuh cinta dalam keadaan sadar. Sadar dalam artian, saya tidak perlu bertanya kepada siapapun “am I falling in love?”, seperti yang kerap terjadi pada tokoh-tokoh dalam film cinta belakangan ini.

Saya tidak memilih kepada siapa atau pada jenis cinta macam apa saya terjatuh. Tapi saya selalu sadar “Saya akan jatuh cinta” di pertemuan pertama dengan orang yang akan membuat saya jatuh cinta. Cerita setelah jatuh cinta, itu beda lagi. Itu skenario baru yang sungguh tidak ada yang tahu akan berjalan atau mungkin berakhir seperti apa.

Cinta yang baik. Bagi saya semua cinta baik. Cinta tidak akan melukai. Ketika saya mampu secara sadar melukai seseorang, maka apa yang selama itu saya sebut cinta, bukanlah cinta. Entah itu sekedar suka, penasaran, kagum, ego, tapi yang pasti melukai tidak layak disebut ‘cinta’.

Cinta tidak akan melukai. Cinta tidak akan memaksa. Cinta adalah senyum. Cinta adalah kebahagiaan. Bahagia melihat orang yang kita akui ‘cintai’ bahagia. Klise sih, dan akan banyak yang menentang. Tapi banyaknya kegagalan yang saya jalani dalam cerita-cerita sebelumnya, mendewasakan pemaknaan cinta yang selama ini dengan mudah saya eja.

Akhirnya saya bertemu sosok yang membuat saya belajar mencintai dengan baik: membebaskan, melepaskan, serta memaafkan. Membebaskan ke mana hati sosok tersebut berlabuh, melepaskan genggaman tangan yang tidak terlalu erat, serta memaafkan cerita Tuhan yang kurang sesuai dengan harapan-harapan yang selama ini saya bangun di imajinasi saya sendiri.

Ternyata, rasa sakit tidak begitu menyesakkan di tiap langkah yang saya ambil untuk menjauh, hangat. Ya, akhirnya, untuk pertama kalinya, perpisahan yang biasanya membuat saya kalang kabut dan norak tidak lagi saya rasakan pada sosok ini. Bukan karena cinta saya padanya kurang kuat, namun cinta saya pada diri saya sendiri jauh lebih besar. Saya enggan mengizinkan hati saya terluka makin dalam dengan terus bertahan dan berjuang dengan seluruh rasa, hanya untuk hati yang separuh.

Saya dan teman-teman dengan sadar yakin bahwa kali ini saya jatuh cinta. Entah jatuh pada cinta jenis baik atau buruk. Yang saya tahu, kali ini saya berhasil mencintai dengan baik. Mencintai diri saya sekaligus dia, sosok yang akhirnya membuat saya merasakan hangat dan senyum tiap kali mengenang cerita singkat kita.

Saya mau jatuh pada cinta yang baik. Namun jauh di lubuk hati, saya mau mencintai dengan baik terlebih dulu, agar jika saatnya cinta baik itu tiba, saya tidak akan memalukan dia yang (maunya) akan mencintai saya dengan baik.

Perpisahan kali ini, bukan tutup buku. Saya yakin cinta saya padanya masih besar. Masih terlalu banyak rindu untuk Tuhan bertitik pada cerita kami. Saya hanya memberi sekedar memberi ruang, untuk dia merasakan kehilangan jika memang saya pernah penting di hatinya. Memberi ruang bagi hati saya untuk menyembuhkan luka yang belum cukup dalam. Memberikan ruang pada cerita kami yang sebelumnya terlalu cepat dan padat akan senyum serta tangis yang menghantam bertubi tanpa ada persiapan.

Jika memang cinta, maka jatuhlah, terus, lalu bertahanlah. Itu saja yang tadinya saya tahu. Nikmati apabila masih nikmat. Lepas saat yang tersisa hanya cemas. Kemudian seorang teman pernah berkata pada saya, pejuang yang baik, tahu kapan harus maju, kapan harus mundur, dan kapan harus diam menyusun strategi.

Sedih? Menangis? Pastilah, tapi lagi-lagi saya teringat, saya terlalu mencintai diri saya sendiri hingga tidak akan lagi membiarkan siapapun melukai hati, pikiran dan tubuh saya termasuk oleh harapan serta mimpi saya sendiri.

Tentu, saya mau jatuh pada cinta yang baik. Dan inilah saya, sendiri (lagi). Karena saya akhirnya jatuh pada cinta yang baik, pada diri saya sendiri. Dengan mencintai hati saya sendiri, akhirnya saya bisa mencintai orang lain (dengan baik). Tanpa drama, tanpa sedih terlalu lama, tanpa perlu ada yang terluka.


PS: Tenang, Sayang.. saya belum mundur, saya hanya sekedar sedang diam, entah menyusun strategi, entah mengistirahatkan hati. Strategi bagaimana bisa terus mencintaimu tanpa harus melukai hatiku sendiri. Istirahat dari duka yang dihasilkan oleh harapan yang terlanjur terlalu tinggi. Karena saya tahu, jatuh cinta itu sulit, maka kali ini saya akan bertahan. Bertahan mencintai diri sendiri yang sedari dulu sulit saya lakukan. Dan kemudian mungkin akan membaginya ke kamu, dengan baik.



Dikutip dari Unplayed Words

Kamis, 29 Maret 2012

Quote (25)




"Aku sudah menyerah untuk mengejarmu, untuk membuatmu menjadi milikku lagi. Tapi aku masih ingin kamu tahu, bahwa kamu akan baik-baik saja kalau di sini. Kalau bersama aku ini. Itu saja dan sampai jumpa di ingatanku nanti malam atau kapan saja ketika aku sendirian dan bayanganmu datang."

Dikutip dari Namarappuccino

Rabu, 21 Maret 2012

Quote (24)



"Aku benci dengan semua kenyataan ini.
Kenyataan kamu mencintainya. Kenyataan kamu bersamanya.
Kenyataan kamu telah melupakanku."

Perempuan Ini



Perempuan ini sangat mengagumimu.



Kamu seperti hujan yang datang kala bumi sedang kepanasan atau seperti pelangi yang datang setelahnya. Ya. Kamu bisa menjadi siapa saja bagi perempuan ini. Membuatnya tenang, membuatnya nyaman, membuatnya tertawa, membuatnya berani berbagi cerita.


Tidak banyak yang tahu kalau perempuan ini menyimpan sesuatu. Dulu.


Ya. Mencintaimu. Tapi kamu tidak pernah tahu itu.


Dan ketika kedatangan perempuan cantik itu, perempuan yang ini limbung. Jatuh. Ada sesuatu asing yang sepertinya kemudian gemar sekali memukuli jantung. Tetapi kamu tidak pernah tahu itu. Perempuan yang ini terlalu mahir menyimpan sesuatu. Seperti menyembunyikan kenyataan bahwa dia mencintaimu. Ya. Seperti itu.


Dan sepertinya, sebenarnya kamu tidak terlalu bodoh untuk mengetahui apa yang disembunyikan perempuan ini. Ya. Kamu terlalu pintar untuk tipuan kecil semacam itu. Perempuan ini sangat yakin kamu benar-benar tahu tentang rahasia itu. Bahwa perempuan ini mencintaimu? Iya. Kamu pasti tahu, bukan? Tidak mungkin tidak. Sesuatu yang bernama cinta sangat sulit disembunyikan. Begitu kan kamu bilang?


Masalahnya, meski kamu tahu tentang rahasia besar itu, kamu bahkan tidak mengejar perempuan ini. Ya. Kamu malah bersama perempuan itu, bukan perempuan ini. Aku tidak tahu apa pertimbanganmu. Tapi, tidak apa. Perempuan ini pasti akan tetap bahagia. Kamu pun juga. Entah dengan perempuan itu atau bukan. Aku dulu pernah berharap, kamu akan berbahagia dengan perempuan ini. Ya. Bersama perempuan yang selalu rindu menggenggam tanganmu atau bersandar di pundakmu ini.


Dan ketika datang lelaki itu, perempuan ini harus menerimanya. Tidak tahukah kamu bahwa perempuan ini sudah lelah menunggu? Apalagi sejak kedatangan perempuan itu di sisimu. Mengambil semua waktu perempuan ini denganmu. Sejak itu, dia mulai mengalihkan pikiran kepada lelaki itu. Lelaki itu perhatian, baik dan pengertian. Ya. Aku akan menerima lelaki itu.


Perempuan ini akan berhenti mencintaimu dan mulai mencintai lelaki itu.


Oya, tapi perempuan ini tidak akan melupakanmu. Tentu saja perempuan ini tidak akan mengingatmu setiap hari seperti seorang gila. Perempuan ini akan tetap melupakanmu, tapi sesekali pasti akan mengingatmu. Bisa jadi pada saat melihat-lihat album foto pada zaman dulu lalu ada fotomu di sana. Ya, mungkin perempuan ini akan mengingatmu dengan cara itu.


Satu lagi. Ketika momen-momen seperti itu terjadi, perempuan ini juga akan mengingatmu sebagai lelaki yang pernah dicintai oleh perempuan ini.

*******

Gatau kenapa, suka banget sama penggalan fiksi Mas Namara ini. Mungkin karena aku pernah ngalamin hal yang hampir sama :)


Menuliskanmu Semampuku

Kata orang, jika kamu tidak bisa mengatakan perasaanmu, tuliskan dulu. Ini, ini aku sedang menuliskannya. Menuliskan perasaanku.

Tapi tentu saja aku tidak begitu pandai menulis, jadi aku akan menuliskannya semampuku.

Kita itu sebenarnya lucu. Saling menemani, tapi tidak pernah ada ucapan saling mencintai. Meski kamu dan aku sama-sama tahu, bahwa setidaknya, aku mencintai. Mencintaimu. Dan kamu tahu benar tentang mencintainya aku itu. Karena tidak ada yang bisa ditutupi, apalagi dengan sebegitu seringnya aku memujimu, dan sebegitu memperhatikannya aku detail tentangmu.

Kita itu lucu. Selalu saling mengerti. Jika aku bercerita, kamu akan diam mendengar. Jika kamu yang bercerita, gantian aku yang berdebar. Lalu kemudian aku membagi porsi hatiku; ini untuk rinduku pada ceritamu, ini untuk mencintaimu. Lihat, tempat porsinya selalu untuk kamu.

Kita itu lucu. Seringkali saling memperhatikan, tapi sama-sama berusaha agar tidak ketahuan. Aku tidak tahu alasanmu, tapi kalau aku, lebih kepada agar rinduku tidak terlalu kelihatan. Bagaimanapun juga, (mungkin) ada seseorang di sana yang menemanimu. Yang selalu membuyarkan awan fantasi kecil yang muncul di kepalaku ketika mengenangmu. Meratakan apa pun bayangin indah tentang kata ‘kita’, menjadi hanya ‘aku’ dan atau ‘kamu’.

Kamu pernah merasa cemburu? Kalau belum, percaya padaku, rasanya tidak enak sama sekali. Apalagi cemburu kepada seseorang yang bahkan tidak kamu miliki. Seperti aku, yang mencemburuimu.

Dan kamu pernah merasa sangat rindu? Aku rindu. Tapi aku tidak tahu apakah kamu merasakan persis sama sepertiku. Persis, ya, persis. Bukan hanya sekadar teringat denganku. Itu bukan rindu. Itu hanya mengingatku.

Dan kamu tahu seberapa melelahkannya itu? Apalagi ketika aku tahu kamu sedang sakit, tapi tidak bisa menanyakan kabarmu hanya karena takut di sana (mungkin) ada dia yang menjagamu? Itu melelahkan sekali. Percaya padaku.

Apa lagi yang harus kutuliskan? Sebentar. Aku tidak terbiasa menulis, jadi aku tulis apa yang ada di pikiranku. Untuk itu, aku harus berpikir dulu.

Mmm oya, kamu apa kabar? Kalau boleh jujur, aku ingin sekali melihatmu tertawa atau mendengar suaramu bernyanyi. Apalagi pada saat matahari dipukul senja, sampai dia jatuh dan melarikan diri ke belahan lain bumi. Apalagi ketika hujan datang, yang tidak hanya membawa miliaran tetes air tapi juga ribuan kamu yang berjatuhan di kepalaku. Apalagi ketika aku mendengar lagu favoritmu dan tiba-tiba saja secara otomatis, aku memutar rekaman apa pun tentangmu di ingatanku.

Aduh, ketika mencoba memperindah kalimatku malah kelihatan memusingkan ya? Maaf. Aku menulis lagi apa adanya saja.

Tentang ingin sekali melihatmu tertawa atau mendengar suaramu bernyanyi itu, benar adanya. Aku tidak menambahkan dan tidak mengurangi. Kalau ada waktu nanti --tentu saja waktu yang dipunyai aku dan kamu, dan tentu saja kalau Tuhan menghendaki, boleh aku meminta kesempatan itu? Sekali saja. Untuk kukenang. Untuk kuceritakan bahwa aku pun pernah menemani gadis impian.

Dan ketika itu, aku ingin mengatakan sesuatu persis di depan matamu. Kalaupun tidak bisa, setidaknya menggunakan suaraku saja. Kalau tidak bisa juga, setidaknya melalui tulisan. Bukan yang ini, tapi benar-benar yang kutulis untukmu dan yang bisa membacanya juga hanya kamu.

Kalimat yang akan kusampaikan itu sederhana, bahwa aku mencintaimu, bahwa aku selalu rindu denganmu.
Itu saja dulu. Maaf kalau tulisanku berantakan dan tidak bagus.

Oya, terakhir. Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya kita masih saling memiliki, setidaknya menurutku begitu. Kamu memiliki waktuku, aku memiliki kenangan tentangmu. Kamu memiliki rinduku, aku memiliki setiap detail yang kuketahui tentang kamu. Sederhananya seperti itu.
*****

Nanti ada masa dimana kita saling mengingat apa saja yang dulu dilakukan berdua. Lalu diam dalam jeda, karena tiba-tiba kita merindukannya.

Dikutip dari Namarappuccino

Kepada Kamu Dengan Penuh Kebencian


Kepada kamu,
Dengan penuh kebencian.

Aku benci jatuh cinta. Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan kamu, tersenyum malu-malu, dan menebak-nebak, selalu menebak-nebak. Aku benci deg-degan menunggu kamu online. Dan, di saat kamu muncul, aku akan tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum dan berusaha mencari kalimat-kalimat lucu agar kamu, di seberang sana, bisa tertawa. Karena, kata orang, cara mudah membuat orang suka denganmu adalah dengan membuatnya tertawa. Mudah-mudahan itu benar.

Aku benci terkejut melihat SMS kamu muncul di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya; menghapusnya, memikirkan kata demi kata. Aku benci ketika jatuh cinta, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan kamu. Aku benci berada dalam posisi seperti itu. Tapi, aku tidak bisa menawar kan??

Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu. Apakah pertanyaan kamu itu sekedar pancingan, retorika atau pertanyaan biasa yang aku salah artikan dengan penuh percaya diri? Apakah kepalamu yang kamu senderkan di bahuku kemarin hanya gesture biasa, atau ada maksud lain, atau aku–sekali lagi-salah mengartikan dengan penuh percaya diri?

Aku benci harus memikirkan kamu sebelum tidur dan merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam dada, menjalar ke sekujur tubuh, dan aku merasa pasrah, gelisah. Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus semalaman tanpa harus tidur. Cukup begini saja.

Aku benci ketika kamu menempelkan kepalamu di sisi kepalaku, saat kamu mencoba untuk melihat sesuatu di camdig yang aku pegang.. oh, aku benci kenapa ketika kepala kita bersentuhan, aku tidak bernapas, aku merasa canggung, aku ingin berlari jauh. Aku benci aku harus sadar atas semua kecanggungan itu…., tapi tidak bisa melakukan apa-apa.

Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan “ini hanyalah ketertarikan fisik semata”. Namun harus dimentahkan oleh hati yang berkata “jangan hiraukan logikamu”

Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada dalam dirimu. Kesalahan yang aku cari secara paksa karena aku benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.

Aku benci jatuh cinta terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini, di balik semua rasa kangen, canggung yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelan...

Aku takut sendirian.

Raditya Dika

Sabtu, 17 Maret 2012

Quote (23)




"I smile to hide the hurt. I laugh to chase away the tears. But if you look into my eyes, you will see all my pain hidden there."

Kutipan tweet @mrezanugrah

Sabtu, 10 Maret 2012

Seseorang Sepertimu




Baru-baru ini aku mengunjungi situs favoritku -Namarappuccino-, ada satu posting yang membuatku terpaku. Posting tersebut berjudul "Seseorang Sepertimu". Isinya sedikit banyak sama seperti yang aku jalani sekarang. Sebenarnya, agak miris juga baca posting ini. Tapi cukup menghibur, setidaknya sepertinya bukan hanya aku yang mengalaminya :)

Berikut adalah isi posting tersebut.


Ini nyaris sempurna. Setelah kepergianmu itu, aku menemukan seseorang sepertimu. Gaya dia berbicara, cara dia berpakaian, postur tubuhnya, semuanya sepertimu. Hei, bahkan kamu tahu, Cara dia berjalan dan menyeruput kopi juga sama sepertimu. Atau cara dia memainkan rokok putih di sela-sela jarinya. Ya. Sepertimu.

Jangan lupa, cara dia menyayangiku pun sama sepertimu. Dia akan berlama-lama mendengarku bercerita, membelai rambut panjangku dan kemudian kalau aku menangis, dia akan berkata dengan suara baritonnya, “Semua akan baik-baik saja.” Ya. Sepertimu. Menenangkanku, menghangatkanku.

Aku juga suka berlama-lama bersandar di dada bidangnya. Oya, bahkan parfumnya sepertimu. Lembut, tapi tidak mengurangi sisi maskulinnya. Ya, tentu saja aku betah berlama-lama menyandarkan kepalaku di sana. Aku suka wangi, terutama wangimu. Dan dia memiliki wangi itu. Sepertimu.

Dia juga tidak keberatan dengan kegemaranku berbelanja, atau menonton film, atau sekadar minum di kafe kecil penuh buku. Dia menemaniku dengan sabar. Pada intinya sederhana. Dia suka melihatku bahagia. Sama sepertimu.

Kamu lihat kan, semuanya nyaris sempurna.

Hanya satu yang mengganggu.

Kata ‘seperti’ yang terletak sebelum kata ‘mu’. Di sana. Di sana letak permasalahannya yang membuat segala sesuatu hanya sebatas nyaris. Ya, nyaris. Tapi, tidak pernah sempurna.

Bagaimanapun juga seseorang ‘sepertimu’ artinya tetap bukan ‘kamu’.


Dikutip dari Namarappuccino

Pelangi Senja


Pernahkah, kamu memegangi dadamu untuk menenteramkan nyeri yang tiba-tiba muncul dari sana yang menyesak hingga menarik napas pun lebih susah dari biasanya?


Pernahkah, kamu mengalami ingin sekali menangis karena dadamu sebak tapi kamu tetap tidak juga bisa menangis? Kamu hanya merasakan panas di mata, tapi airmatanya tertahan entah kenapa? Padahal kamu ingin sekali mengeluarkannya dan kalau bisa memuaskannya agar kamu kelelahan dan bisa tidur karena sudah bermalam-malam tidak bisa tidur lelap?

Ini, ini aku sedang melakukannya.

Saat ini saat aku memandangi langit sore berawan dengan semburat jingga-ungu-kelabu bergradasi begitu indah, saat di mana aku melihat lengkungan mejikuhibiniu setengah lingkaran di cakrawala. Mengantarkan aku pada sekeping kenangan yang kini sedang berputar di benakku. Tentangmu, Pelangi Senja.

Kamu pergi begitu saja. Tanpa mau duduk sejenak mendengarkanku berbicara. Bagimu, janji yang tak kutepati adalah harga mati. Aku telah menorehkan sebuah noda pada lembar putih kepercayaanmu. Bagimu, tak ada alasan lagi di balik itu. Kamu pergi dan tak menoleh lagi. Setiap langkahmu menjauh dariku, setiap itu pula hatiku terkoyak oleh luka.

Kalau ada waktu, datangi aku. Aku masih menunggu dan tidak akan minta apa-apa. Aku juga tidak akan meminta kamu jatuh cinta. Aku meminta waktumu sedikit saja untuk mendengarku berbicara. Untuk memaafkanku. Untuk saling melepaskan, kalau memang setelah berbicara, kita berdua tetap harus melepaskan.

Lalu biarkan sesuatu di dadaku ini melega. Hanya itu satu-satunya cara.

Bolehkah aku meminta itu saja? Jadi aku bisa mengatakan kepada hatiku sendiri, “Sekarang, sudah tidak apa-apa.”

Dikutip dari Namarappuccino

Rabu, 07 Maret 2012

Aku Suka Kamu


Aku suka kamu. Kamu yang jutek, menyebalkan dan kadang menyeramkan. Senyummu yang limited edition itu sangat istimewa buatku. Tawamu yang sering pecah disembarang tempat kadang membuatmu sedikit serampangan. Tapi penampilanmu memang serampangan, dengan baju yang sering tidak rapi, sekolahpun kamu kadang tidak memakai kaos kaki dan selalu menggunakan sandal jepit hijau buluk ketika di kelas. Tapi itu yang membuatku suka, penampilanmu yang sederhana dan apa adanya!

Aku suka kamu. Kamu sering merasa terganggu ketika aku melihatmu berlama-lama. Bahkan, kadang kamu juga marah dan mengusirku. Tapi aku suka. Setidaknya kamu menganggapku ada. Ya, setidaknya kamu menyadari keberadaanku.

Aku suka kamu. Terlebih ketika kamu bilang kalau aku ini childish. Selain kamu, memang banyak yang bilang begitu kepadaku dan biasanya aku marah. Tapi ketika kamu yang bilang begitu, aku tidak marah, aku malah senang. Senang karena itu berarti kamu memerhatikan gerak-gerikku selama ini. Walaupun aku tau banyak yang tidak suka dengan sifatku yang satu itu, tapi sepertinya kamu suka.

Aku suka kamu. Kamu yang jutek, menyebalkan dan kadang menyeramkan. Ya, aku suka kamu! Kamu tau itu kan? Aku pernah menulis namaku di tengkuk, belakang kepalamu. Kamu sada tidak? Oh iya, aku juga pernah menulis kata "Aku Suka Kamu" di tanganmu dengan pulpen biru. Ku rasa kamu melihatnya karena ku lihat kamu menghapusnya. Hihihi aku suka mencoret-coret tanganmu, karena kamu tidak pernah marah setiap aku melakukan itu. Kamu memang jutek, menyebalkan dan kadang menyeramkan, tapi kamu juga lucu dan aku suka.

Aku suka kamu. Kamu yang sekarang berstatus bertunangan orang lain di facebook. Agak kaget ketika kamu menjawab "Ada tunanganku di facebook, lihat aja!" ketika aku bertanya kamu mempunyai pacar atau tidak. Tapi biarlah, sepertinya kamu juga tidak terlalu mengenal orang itu karena kamu bilang baru bertemu dengannya satu kali. Kamu, aku suka kamu!

Aku suka kamu.
Si jutek, menyebalkan dan kadang menyeramkan.

Aku Lupa Cara Menangis


Aku lupa cara menangis
Apalagi untuk menitikkan air mata
Aku fikir dengan tidak menangis
Aku dapat tegar menjalani hidup ini
Kali ini aku ingin menangis
Meluapkan segala penat bersama air mata

Tapi, Bagaimana caranya?


Dikutip dari Rumah Matahari

Quote (22)



Forget all memories and all the story, this my last tears for you!

Kutipan Tweet @BuatSeseorang

Senin, 05 Maret 2012

Quote (21)



"Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya dirimu. Jadilah dirimu, sebaik-baiknya dari dirimu."

Dikutip dari soal puisi TO Bahasa Indonesia
Paket A nomor 24-26