Selasa, 17 April 2012

Quote (29)



"Bagaimana cara menuliskan aku rindu tanpa benar-benar kelihatan kalau aku mengharapkan kamu mengalami yang sama denganku?"

Kutipan tweet @ericknamara

Jumat, 13 April 2012

Quote (28)




"Ini cinta yang sulit. Kau dan aku ditakdirkan tak saling memiliki. Aku tak bisa mencintaimu seperti yang aku mau. Namun, ketika dia hadir dalam hidupmu, akupun sadar kebahagiaanku pelan-pelan akan memudar. Betapa tidak, dia bisa memberimu cinta dan perhatian. Menggenggam tanganmu hingga akhirnya kau terlelap di sisinya. Dia melakukan semua yang ingin aku berikan kepadamu."

Kutipan film "The Little Mermaid"

Kamis, 12 April 2012

Quote (27)



"Aku melakukannya karena aku mencintaimu, kamu melakukannya karena kamu mencintai dirimu sendiri."

Minggu, 08 April 2012

Seperti Waktu Itu


Minggu, 8 April 2012


"Sayang, malam ini bulan purnamanya sangat terang, seperti waktu itu.
Sayang, aku ingin menikmati sinarnya bersamamu, lagi, seperti waktu itu."

Minggu, 01 April 2012

Tuhan, Bolehkah Malam Ini Aku Pergi Membunuh?


Tuhan.

Aku tau, mungkin ini keterlaluan, tapi sungguh.. aku sudah tidak tahan lagi. Aku pun sudah tidak punya pilihan lain, Tuhan. Malam ini, pinjami aku jiwa yang keji. Malam ini, izinkan aku menjadi seorang pembunuh yang keji. Hanya malam ini saja Tuhan.

Tuhan, dua jam tersisa, pilihannya hanya antara; aku pergi membunuh atau kali ini aku yang mati. Tuhan, bantu aku untuk bisa menjadi pembunuh tanpa belas kasihan.

Ya.. Malam ini aku mau pergi membunuh. Membunuh semua rasa penyesalanku. Membunuh semua rasa yang tersisa untuknya. Membunuh malam-malam keji yang kulalui dengan menantinya. Mau ku bunuh satu persatu. Mau ku bunuh hingga tak ada lagi yang bernafas, Tuhan.

Aku sadar, sangat sadar. Malam ini memang aku masih sendu. Masih marah pada diriku sendiri. Masih enggan menatap pantulan diri di kaca. Masih benci melihat ke belakang yang penuh senyumnya. Masih hidup dengan berharap pada yang tersisa.

Tuhan, boleh aku pinjam pisau?

Malam ini aku mau bawa pisau. Pisau tajam yang akan mengiris semua pengkhianatannya. Pisau tajam yang akan kupakai untuk memotong segala nadi yang masih saja berdetak akan memorinya. Pisau tajam yang akan menyayat tiap lembar cerita aku dan dia. Pisau tajam yang akan melukai satu hati suci yang terlalu menggilainya. Bantu aku Tuhan.

Malam ini. Ya, malam ini. Tuhan. Bolehkan?

Demi semua darah yang mengalir atas kekaguman ku padanya. Demi jutaan rindu yang terbuang karna angkuhnya. Demi sapaan sampah yang terus terngiang dikepalaku. Demi jahitan-jahitan yang tak pernah rapat menutup luka ku. Demi dia! Demi aku! Demi tak pernahnya ada kita!

Tuhan ku. Malam ini. Tolong aku!

Aku siap. Siap tidak siap, akan ku siapkan semua keberanian untuk memotong jalan sendu ini. Siap untuk berlumuran darah kenangan tak tersentuh antara aku dan dia. Siap menepis dan menolak untuk terseok di lingkaran kenangan yang terlalu menyayat ini. Siap untuk membunuh semua tentang dia yang tersisa disini, Tuhan.

Buat aku siap Tuhan, siap mengorek semua borok hati yang tercipta dari takdir-Mu yang mempertemukan aku dan dia. Buat aku siap mencuci otak agar bersih dari tatap dan senyumnya. Buat aku siap Tuhan.

Tidak, aku harus yakin pada diri sendiri, aku harus bergerak sendiri, aku harus menyiapkan diriku sendiri, dengan atau tanpa bantuanMu. Mau atau tidak mau. Aku memang harus siap menjadi seorang pembunuh.

Ya. Malam ini.
Mau ku bedah isi kepala, hati dan kenangan ku akan dia. Mau ku buang hingga dia tau apa rasanya menjadi sampah. Mau ku lantangkan segala tangis yang selama ini kusembunyikan. Mau teriak sekeras kerasnya, wahai Tuhan!

Mau bilang. Dia sungguh brengsek! Dan Kau harus dengar Tuhan! HARUS!

Mau ku tampar semua kebodohanku. Mau kubunuh urat malu ku untuk membuang semua cerita aku dan dia. Mau kubakar hingga yang tersisa hanya abu. Hanya abu. Ya, abu. Abu yang akan kusebarkan dimakamnya. Di makam kenangan tak tersentuh aku dan dia.

Tuhan, malam ini Kau boleh memanggil ku si Gila. Benar, aku gila karena menjadi sampahnya. Aku gila tak terima tak bisa lagi menyentuhnya. Aku gila ditinggal dia.

Mungkin Kau sekarang sedang menertawakan kegilaanku, Tuhan. Ya, aku orang gila yang mau jadi pembunuh. Aku si gila yang terlalu menggilai cinta. Dan malam ini aku makin gila saat ku tau semuanya sudah tak tersentuh.

Gila. Biarkan aku jadi gila, Tuhan. Hanya malam ini, aku janji. Atau… Kau mau biarkan nadi kegilaanku ini terus berdenyut kenangan aku dan dia? Tidak, aku tidak sudi. Tidak Tuhan, jangan biarkan itu terjadi.

Biarkan. Biarkan aku menggila dengan kegilaanku. Malam ini, terakhir.

Ku bunuh kau! Kenangan tak tersentuhku! Matilah kau! Pergi ke alam astral yang tak akan pernah kujumpai sebelum jasadku terkubur bumi. Mati. Pergilah kau mati kenanganku. Atau biarkan aku yang mati. Mati rasa pada kenangan tak tersentuh aku dan dia.

Tuhan..
Malam ini, bolehkan aku menjadi pembunuh?

Salam,

Si Gila


Dikutip dari Unplayed Words

Jika Aku (Maka Kamu)

Jika aku, adalah Kata, maka kamu adalah Koma yang membiarkan aku tetap bercerita sebelum dibunuh titik.

Jika aku adalah Senja, maka kamu adalah Orange yang membuatku tetap tersenyum saat nyawaku dicabut malam.

Jika aku adalah Gelap, maka kamu adalah Bintang yang memeluk dengan hangat meski bulan memandang sinis.

Jika aku, adalah Nada, maka kamu adalah Lirik yang mengubahku menjadi sebuah lagu dihati para pecinta.

Jika aku adalah Dingin, maka kamu adalah secangkir kopi yang menghadirkan kehangatan disekujur kerinduanku.

Jika aku adalah Sepi, maka kamu adalah Jemari sempurna yang menggenggam hari ku dengan penuh cita.

Jika aku adalah Mimpi, maka kamu adalah Pemilik alam astral terbaik yang mengizinkan aku singgah dikala ku menutup mata pada dunia.

Jika aku adalah Cermin, maka kamu adalah pantulan Senyum yang tercipta ditiap ku mengeja namamu.

Jika aku adalah Doa, maka kamu adalah Ayat tersuci yang selalu tereja ditiap aku memohon pada Pencipta.

Jika aku adalah Detik, maka kamu adalah Perjalanan terindahku hingga aku bisa sempurna disapa waktu.

Jika aku adalah Langkah, maka kamu adalah Ujung perjalanan ku untuk singgah bersandar dibahu rumah (hati mu).

Jika aku adalah Luka, maka kamu adalah Anugrah Tuhan yang dibekali senyum tersempurna untuk mengobati ku.

Jika aku adalah Penantian, maka kamu adalah Alasan terkuat ku untuk setia pada rindu.

Jika aku adalah Hujan, maka kamu adalah Pelangi yang menjanjikan ku warna setelah mendung menguasai langit.

Jika aku adalah Hari ini, maka kamu adalah Esok yang hadirnya selalu ku tunggu bersama mentari.

Jika aku adalah Harapan, maka kamu adalah Jawaban Tuhan yang melengkapi hidupku dengan makna.

Jika aku adalah Takdir, maka kamu adalah Karma ternikmat yang tidak pernah jera ku cicipi.

Jika aku adalah Cinta, maka kamu adalah Alasan tersempurna mengapa aku bangga saat terjatuh.

Jika aku adalah Kamu, maka aku adalah Sentuhan Tuhan yang paling indah yang pernah hadir di takdir mu.

Kamu, ya.. kamu.. satu-satunya nama Lelaki yang baru saja kusadari untuk pertama kalinya kusandingkan disamping nama Ayah ku diantara selipan doa saat aku meminta pada yang Kuasa. Kamu. Cinta.


Dikutip dari Unplayed Words

Menunggumu (mati)

Lihat ini sayang, genangan air mata yang kamu lahirkan, telah terkumpul menjadi sebuah sungai duka yang sengaja kupelihara.

Lihat ini sayang, detak jantungku yang mulai melemah, karena lebam yang kamu hantam dengan pengkhianatan.

Coba lihat yang sebelah sini, Cinta.. hatiku yang tinggal separuh karena sisanya masih kamu genggam.

Lalu coba tengok apa yang ada didalam genggaman tanganku, ini patahan-patahan rindu yang dulu sengaja kamu berikan, yang dulu sengaja kamu suruh aku kumpulkan, yang dulu sengaja kamu pinta aku bungkus dengan sebuah pita bernama sabar, lihat! Masih utuh dalam genggaman tanganku yang makin biru menahan pilu.

Tapi lihat mataku, tatap tajam-tajam, apa masih bisa kamu pandang bola mataku yang dulu hanya tertuju padamu? Masih bisakah kamu katakan segala ucap yang menentramkan tiap tetes ragu akan barisan kata pujaanmu? Masihkah? Tidak, sayang. Tidak.Yang tersisa hanya kerak dari duka bernama air mata.

Aku jengah dengan semua tanya mereka, aku bosan dengan tuduhan-tuduhan mereka. Peran yang kamu mainkan di atas sebuah panggung bernama sandiwara, sebuah cerita yang kamu ciptakan, sebuah tokoh yang kamu pakaikan pada jiwa hampa yang bergantung pada nafas pujianmu. Atas nama kebohongan, kamu menelanjangiku yang buta akan peran, kamu pakaikan aku jubah yang terlahir dari kepandaian jemarimu merangkai kata. Memujamu tanpa cela.

Sayang, aku masih di sini, di atas panggung tempatmu membuatku melayang, di pentas dengan skenario rindu yang setia menanti, masih. Tapi, kali ini kurobek jatah peran yang pernah kamu ciptakan, aku telanjang lagi, yang tersisa hanya pandangan mereka yang mengiraku gila.

Sayang, ini masih aku, sedikit aku yang dulu sangat mempercaimu, yang terlanjur diberi peran baru oleh mereka yang tidak mempercayaiku, ah..mereka bilang aku gila. Tidak sayang, aku sama sekali tidak gila, aku hanya sedikit menggilaimu dengan segala kegilaan yang tersisa. Kamu yang membuatku menjadi sosok gila.

Sayang, ini ambil semua rindu yang masih ada digenggaman tanganku, ambil semuanya dan kembalikan hatiku yang saat ini sudah tidak ada lagi di hatimu. Kembalikan hatiku. Kembalikan utuh-utuh! Atau boleh aku tanya, kapan kamu mati? Bisa secepatnya kamu mati, sayang?

Kali ini, aku peringatkan kamu dengan halus, wahai penipu handal, penenun rindu yang pandai menciptakan duka. Dengar baik-baik.. kembalikan hatiku utuh-utuh sekarang atau ku paksa Tuhan mencabut nyawa kebahagiaanmu sekarang. Dengan tanganku.

Sayangku, lebih baik kamu mati sekarang, jangan terus paksa aku mengotori tanganku dengan darah-darah yang terlahir dari pembalasan atas pilu yang makin membuat warasku membatu. Mati saja kamu, biar nanti, aku ambil sisa hatiku di pemakamanmu.

Ah..tidak mau? Mau mengujiku? Mau tau seberapa kejamnya pembalasan dari pemilik hati yang dulu (dan masih) mencintaimu? Mau tau bagaimana kegilaanku membuatmu ikut gila? Mau tau rasanya sakit? Mau coba cicipi sedikit emosiku? Atau ini memang skenario baru yang sengaja kamu ciptakan agar dunia memenjarakanku dalam teralis duka? Ah..atau mungkin ini adalah rencana pandaimu yang lain, agar mereka terus memanggilku si gila? Jahanam! Kamu benar-benar telah membuatku geram!

Atau sebaiknya aku duduk di sini dengan tenang, memasang topeng senyum yang seperti dulu kamu pinjamkan? Menikmati sebutan gila dariNya? Duduk manis di panggung tempatmu bermain sandiwara? Diam dan mendoakanmu agar cepat mati? Menunggu dengan setia, seperti dulu yang pernah ku ucap. Menunggumu. Mati. Segera. Sayang.


Dikutip dari Unplayed Words