Minggu, 01 April 2012

Tuhan, Bolehkah Malam Ini Aku Pergi Membunuh?


Tuhan.

Aku tau, mungkin ini keterlaluan, tapi sungguh.. aku sudah tidak tahan lagi. Aku pun sudah tidak punya pilihan lain, Tuhan. Malam ini, pinjami aku jiwa yang keji. Malam ini, izinkan aku menjadi seorang pembunuh yang keji. Hanya malam ini saja Tuhan.

Tuhan, dua jam tersisa, pilihannya hanya antara; aku pergi membunuh atau kali ini aku yang mati. Tuhan, bantu aku untuk bisa menjadi pembunuh tanpa belas kasihan.

Ya.. Malam ini aku mau pergi membunuh. Membunuh semua rasa penyesalanku. Membunuh semua rasa yang tersisa untuknya. Membunuh malam-malam keji yang kulalui dengan menantinya. Mau ku bunuh satu persatu. Mau ku bunuh hingga tak ada lagi yang bernafas, Tuhan.

Aku sadar, sangat sadar. Malam ini memang aku masih sendu. Masih marah pada diriku sendiri. Masih enggan menatap pantulan diri di kaca. Masih benci melihat ke belakang yang penuh senyumnya. Masih hidup dengan berharap pada yang tersisa.

Tuhan, boleh aku pinjam pisau?

Malam ini aku mau bawa pisau. Pisau tajam yang akan mengiris semua pengkhianatannya. Pisau tajam yang akan kupakai untuk memotong segala nadi yang masih saja berdetak akan memorinya. Pisau tajam yang akan menyayat tiap lembar cerita aku dan dia. Pisau tajam yang akan melukai satu hati suci yang terlalu menggilainya. Bantu aku Tuhan.

Malam ini. Ya, malam ini. Tuhan. Bolehkan?

Demi semua darah yang mengalir atas kekaguman ku padanya. Demi jutaan rindu yang terbuang karna angkuhnya. Demi sapaan sampah yang terus terngiang dikepalaku. Demi jahitan-jahitan yang tak pernah rapat menutup luka ku. Demi dia! Demi aku! Demi tak pernahnya ada kita!

Tuhan ku. Malam ini. Tolong aku!

Aku siap. Siap tidak siap, akan ku siapkan semua keberanian untuk memotong jalan sendu ini. Siap untuk berlumuran darah kenangan tak tersentuh antara aku dan dia. Siap menepis dan menolak untuk terseok di lingkaran kenangan yang terlalu menyayat ini. Siap untuk membunuh semua tentang dia yang tersisa disini, Tuhan.

Buat aku siap Tuhan, siap mengorek semua borok hati yang tercipta dari takdir-Mu yang mempertemukan aku dan dia. Buat aku siap mencuci otak agar bersih dari tatap dan senyumnya. Buat aku siap Tuhan.

Tidak, aku harus yakin pada diri sendiri, aku harus bergerak sendiri, aku harus menyiapkan diriku sendiri, dengan atau tanpa bantuanMu. Mau atau tidak mau. Aku memang harus siap menjadi seorang pembunuh.

Ya. Malam ini.
Mau ku bedah isi kepala, hati dan kenangan ku akan dia. Mau ku buang hingga dia tau apa rasanya menjadi sampah. Mau ku lantangkan segala tangis yang selama ini kusembunyikan. Mau teriak sekeras kerasnya, wahai Tuhan!

Mau bilang. Dia sungguh brengsek! Dan Kau harus dengar Tuhan! HARUS!

Mau ku tampar semua kebodohanku. Mau kubunuh urat malu ku untuk membuang semua cerita aku dan dia. Mau kubakar hingga yang tersisa hanya abu. Hanya abu. Ya, abu. Abu yang akan kusebarkan dimakamnya. Di makam kenangan tak tersentuh aku dan dia.

Tuhan, malam ini Kau boleh memanggil ku si Gila. Benar, aku gila karena menjadi sampahnya. Aku gila tak terima tak bisa lagi menyentuhnya. Aku gila ditinggal dia.

Mungkin Kau sekarang sedang menertawakan kegilaanku, Tuhan. Ya, aku orang gila yang mau jadi pembunuh. Aku si gila yang terlalu menggilai cinta. Dan malam ini aku makin gila saat ku tau semuanya sudah tak tersentuh.

Gila. Biarkan aku jadi gila, Tuhan. Hanya malam ini, aku janji. Atau… Kau mau biarkan nadi kegilaanku ini terus berdenyut kenangan aku dan dia? Tidak, aku tidak sudi. Tidak Tuhan, jangan biarkan itu terjadi.

Biarkan. Biarkan aku menggila dengan kegilaanku. Malam ini, terakhir.

Ku bunuh kau! Kenangan tak tersentuhku! Matilah kau! Pergi ke alam astral yang tak akan pernah kujumpai sebelum jasadku terkubur bumi. Mati. Pergilah kau mati kenanganku. Atau biarkan aku yang mati. Mati rasa pada kenangan tak tersentuh aku dan dia.

Tuhan..
Malam ini, bolehkan aku menjadi pembunuh?

Salam,

Si Gila


Dikutip dari Unplayed Words

0 komentar:

Posting Komentar